Pada Jumat (4/8), Satuan Tugas Percepatan Sosialisasi Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang mengundang berbagai pelaku usaha di kawasan Batam, yang dikenal sebagai Free Trade Zone (FTZ). Diskusi bertema “Aspek Kemitraan Bagi Usaha Mikro Kecil dengan Usaha Menengah dan Besar dalam UU Cipta Kerja” ini memberikan ruang bagi para pelaku usaha dari berbagai skala untuk berbagi pandangan dan tantangan yang mereka hadapi.
Sebagai kawasan FTZ, Batam menawarkan keistimewaan dengan tidak mengenakan bea masuk, PPN, dan PPnBM, yang mendukung ekspor yang lancar. Namun, keuntungan ini juga menimbulkan masalah baru bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Harga barang dari Batam meningkat saat dikirim ke provinsi lain, yang menyebabkan kekhawatiran mengenai daya saing mereka di pasar regional.
Dalam diskusi tersebut, beberapa peserta mengungkapkan pandangan berbeda. Nurli, seorang pengusaha pempek, mengungkapkan bahwa UU Cipta Kerja mempermudah perizinan, tetapi ia masih merasa khawatir dengan adanya pajak. Sebaliknya, pemilik PT. Kaitek Syamra Inovasi, Gusti melihat skema kemitraan dalam UU Cipta Kerja sebagai peluang untuk memperluas jaringan pemasaran dan menghubungkan UMKM dengan perusahaan besar.
Pihak pemerintah juga memberikan perhatian serius terhadap masukan dari para pelaku UMKM di Batam. Perwakilan Kementerian Keuangan, Rizaldi, menyatakan siap mengambil langkah tindak lanjut untuk mengatasi masalah ini dengan memberikan keringanan pajak sebesar 0,5 persen dari omzet yang lebih kecil.
Namun, isu kemitraan masih menjadi perdebatan. Beberapa pelaku UMKM mempertanyakan kejelasan peraturan terkait kemitraan dalam UU Cipta Kerja. Mereka berharap pemerintah dapat memfasilitasi kemitraan dengan perusahaan besar dan memperhatikan seluruh rantai pasokan.
Bambang Sukoco, Perwakilan Direktorat Usaha dan Investasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, menyampaikan contoh nyata kemitraan yang sedang digulirkan, yaitu Klaster Daya Saing (KDS) yang bertujuan meningkatkan daya saing dan potensi daerah melalui hubungan terintegrasi dari hulu hingga hilir.
FGD ini juga menekankan pentingnya pengawasan yang efektif dalam menjalankan kesepakatan kemitraan antara pelaku UMKM dan perusahaan besar. Upaya penyelesaian permasalahan kemitraan diwakili oleh perbedaan antara MoU dan Perjanjian Kerja Sama (PKS), di mana para pelaku usaha di Batam diharapkan dapat mengupayakan perjanjian yang lebih mengikat melalui PKS. Meski menghadapi tantangan, UU Cipta Kerja memberikan potensi baru bagi pertumbuhan ekonomi dan kemitraan di Kawasan Batam. Upaya penyelesaiannya menjadi bagian penting dalam perjalanan ini, menuju peningkatan daya saing UMKM dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.