Dalam kampanyenya, Sandiaga Uno berjanji akan menurunkan tarif listrik jika terpilih. Barikut ini hal yang harus dipertimbangkan.
Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, lagi-lagi membuat heboh warganet, lantaran berniat ingin menurunkan tarif listrik. Orang yang digadang-gadang sebagai salah satu orang sukses Indonesia tersebut menyampaikan hal tersebut dalam kampanye politiknya di Sukabumi. Tentu janji dari pasangan calon presiden Prabowo Subianto tersebut membuat publik bertanya-tanya. Bisakah pemilih PT Saratoga Investama itu terealisasi?
Latar Belakang Sandiaga Uno Ingin Menurunkan Tarif Listrik
Sandiaga Uno berjanji akan menurunkan tarif listrik hingga 20 persen. Namun sangat disayangkan, mantan Gubernur DKI itu mengaku hanya beretorika dan berjanji tanpa ada cara penerapannya.
“Bersama Prabowo-Sandi Insyaallah secara bertahap
listrik akan kita turunkan tarifnya. Paling tidak 20 persen, Bu,” kata
pemilik PT Saratoga Investama tersebut, seperti dilansir dari CNNIndonesia,
Kamis (11/4).
Sandi tidak menjelaskan secara rinci bagaimana metode yang akan digunakannya
dalam menurunkan tarif listrik tersebut. Bahkan orang yang digadang-gadang
salah orang sukses Indonesia itu
berani mengungkapkan jika dalam waktu 100 hari pemerintahannya tarif listrik
turun, maka uangnya akan kembali ke rakyat.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Institute for Essential Services Reform
(IESR) Fabby Tumiwa menilai janji tersebut berpotensi membahayakan PT
Perusahaan Listrik Negara (PLN). Menurutnya, margin keuntungan yang diperoleh
PLN sekarang masih rendah dari penjualan listrik, yaitu hanya 2 persen.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius
Jonan, memberikan tiga catatan terkait rencana penurunan tarif listrik 20%,
dilansir dari CNBC Indonesia, Kamis (11/4/2019). Pertama, tarif dapat
diturunkan dengan menaikan subsidi dengan syarat disetujui DPR.
“Tambah hampir dua kali lipat, kalau mau turun 20% subsidinya ya Rp 100
triliun-Rp 120 triliun,” ujar Jonan.
Kedua, jika kebijakan Pasangan Calon Presiden Prabowo Subianto tersebut
diambil maka perlu pertimbangan, yaitu memilih kenaikan subsidi atau
meningkatkan pembangunan listrik pada wilayah di Indonesia yang belum terakses
listrik. Jika ingin subsidi dinaikan, maka listrik hanya bisa dinikmati oleh orang-orang
yang sudah terakses listrik saja. Sehingga Jonan mempertanyakan prinsip
keadilan sosial, bagi masyarakat yang belum mempunyai akses listrik.
Ketiga adalah
efisiensi. Menurut Jonan beberapa ini pemerintah sudah mengupayakan berbagai
kebijakan untuk menekan biaya pokok produksi listrik. Namun langkah efisiensi tersebut
tidak akan bisa dikebut dalam 100 hari, terdapat banyak faktor untuk turunkan
tarif listrik dan efisiensi. Sehingga jika tetap ingin menurunkan tarif
listrik dan tidak menambah subsidi, maka hal tersebut akan membebani keuangan
PLN.