Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengungkapkan kekhawatirannya terhadap fenomena maraknya orang kaya atau “crazy rich” yang sering memamerkan kekayaannya dan memberi dukungan pada berbagai investasi. Hal ini telah memicu meningkatnya eksposur terhadap kasus penipuan dalam pinjaman dan investasi. Menurut Kepala Eksekutif Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, fenomena ini menjadi suatu tantangan serius bagi OJK. Kehadiran “crazy rich” ini dapat menggoda masyarakat untuk terjebak dalam tawaran pinjaman online ilegal.
“Fenomena crazy rich yang meresahkan masyarakat karena membuat mereka tertarik dengan iming-iming yang dihadirkan oleh para pelaku, yang kemudian menunjukkan fenomena mereka yang kaya tersebut,” ujar Kiki dalam Indonesian Financial Literacy Conference 2023, dikutip pada Sabtu (22/7).
Kiki juga menyebut bahwa masih banyak masyarakat yang tertipu oleh pinjaman online ilegal dan berbagai bentuk penipuan lainnya, seperti social engineering dan pencurian data pribadi melalui dunia digital. OJK mencatat bahwa meskipun masyarakat mulai menggunakan produk dan jasa keuangan, literasi keuangan mereka masih minim.
Hal ini menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai risiko dalam transaksi digital, termasuk risiko penipuan cyber. Data dari Badan Siber dan Sandi Negara menunjukkan adanya 700 juta serangan siber pada tahun 2022 yang didominasi oleh ransomware dan malware.
Sebelumnya, Kiki juga menyoroti dampak negatif dari “crazy rich” yang memamerkan investasi mereka. Fenomena ini dapat merugikan masyarakat karena tidak semua orang memahami risiko yang terlibat dalam investasi tersebut. “Fenomena ‘crazy rich’ mengendorse suatu investasi, mari dukung kita, tapi masyarakat belum tentu memahami risiko dari investasi tersebut,” kata Kiki dalam sebuah konferensi pers di Jakarta pada Oktober 2022.
Beberapa “crazy rich” yang terjerat dalam investasi bodong termasuk Indra Kenz dan Doni Salmanan, yang telah menarik perhatian publik karena berhasil menjadi miliarder di bawah usia 30 tahun. Kiki menegaskan bahwa edukasi dan literasi keuangan masyarakat menjadi kunci untuk mengurangi dampak negatif dalam transaksi keuangan digital. Hal ini berdampak pada tingkat kepercayaan publik terhadap sistem keuangan digital.
“Jika kasus-kasus penipuan terus terjadi, maka kepercayaan publik terhadap sektor keuangan tertentu akan terpengaruh. Melalui asosiasi, kita dapat melihat bahwa para pelaku usaha jasa keuangan selalu berusaha bersama-sama untuk mengutamakan kepercayaan konsumen,” tambahnya. OJK terus berupaya meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi tantangan transaksi keuangan di era digital.
Literasi keuangan yang kuat dan pemahaman yang baik tentang investasi akan membantu masyarakat menghindari risiko penipuan dan menjaga keamanan finansial mereka. Jadi masyarakat harus lebih bijak dalam menerima edukasi, khususnya dari para aktor “crazy rich” yang banyak bertebaran di media sosial.