Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menegaskan pentingnya peran sektor industri migas minyak dan gas bumi) dalam masa transisi energi, dari penggunaan energi fosil menuju energi baru dan terbarukan (EBT) yang lebih bersih. Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman, dalam keterangannya pada Minggu di Jakarta, menekankan bahwa sektor migas tetap krusial selama periode transisi ini.
“Pengembangan sektor energi pada era transisi energi hendaknya bukan dipandang hanya sebagai perubahan dari energi fosil menjadi EBT, melainkan harus memberikan dampak besar dan berkelanjutan pada kehidupan,” ujar Saleh dalam webinar bertajuk “Tantangan dan Peluang Industri Minyak dan Gas Bumi di Tengah Transisi Energi” pada Sabtu (25/5/2024).
Saleh menggarisbawahi bahwa peluncuran Enhanced National Determined Contributions (ENDCs) dan peta jalan Net Zero Emission (NZE) bertujuan untuk mengimplementasikan transisi energi bersih dan mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca. Transisi ini juga diharapkan meningkatkan nilai tambah dari penggunaan sumber daya energi.
“Transisi energi harus dilihat sebagai upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan nilai tambah, dari nilai rendah ke nilai tinggi. Dari pemahaman eksploitatif menjadi efisiensi penggunaan sumber daya, agar dapat dinikmati oleh generasi mendatang,” jelasnya.
Sektor industri migas diproyeksikan tetap memiliki tren penggunaan yang tinggi, terutama dalam transportasi dan industri. Saleh menyatakan bahwa dalam bauran energi primer saat ini, penggunaan energi fosil masih dominan dan sektor migas tetap perlu dikembangkan sebagai sumber penerimaan, investasi, dan penciptaan lapangan kerja yang berkelanjutan.
Pengembangan pemanfaatan migas dalam transisi energi diwujudkan melalui penerapan bahan bakar biodiesel 35 persen (B35) dan bioetanol dalam produk Pertamax Green 95 yang sudah dipasarkan. “Temuan sumber daya gas yang besar di Indonesia harus dimanfaatkan untuk berbagai sektor seperti industri kimia, transportasi, rumah tangga, dan sektor produktif lainnya,” imbuhnya.
Ketua Asosiasi Praktisi Hukum Migas dan Energi Terbarukan (APHMET), Didik Sasono Setyadi juga menyatakan bahwa peran sektor industri migas hingga tahun 2050 tetap signifikan dan tidak boleh diabaikan. “BBM tidak mengalami masa sunset, tetapi kita harus menciptakan optimisme bagi semua pihak agar industri ini tetap berjalan,” katanya.
Vice President Corporate Communications PT Pertamina (Persero), Fadjar Djoko Santoso, menjelaskan strategi pengelolaan energi Indonesia melalui Trilema Energi: Ketahanan Energi, Keadilan Energi, dan Energi Keberlanjutan. Pertamina berupaya meningkatkan produksi migas, kapasitas kilang, produksi LPG, serta membangun infrastruktur gas dan inisiatif penurunan emisi gas rumah kaca.
Ekonom senior Faisal Basri menambahkan pentingnya tata kelola migas di Indonesia dan menyarankan pemangku kebijakan untuk mengkaji lebih dalam kebijakan migas ke depan, agar industri ini dapat berjalan dengan lebih efisien dan berkelanjutan.
Peran sektor migas dalam transisi energi tidak hanya penting untuk stabilitas ekonomi, tetapi juga untuk memastikan keberlanjutan energi di masa depan.
Demikian informasi seputar peranan penting industri migas dalam peralihan transisi energi di Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Readaksi.Com.