Sidang MK yang dimulai Rabu 19 Mei pulul 09.00, selesai pada Kamis 20 Mei saat adzan subuh berkumandang.
Sidang ketiga Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden diakhiri ketika Ketua Majelis Hakim MK, Anwar Usman mengetuk palu sebanyak tiga kali. Sidang MK diakhiri pada Kamis, 20 Juni 2019, saat azan Subuh berkumandang pukul 04.50 WIB.
Pihak Prabowo-Sandiaga menghadirkan sejumlah saksi dalam sidang sengketa hasil pemilu di MK. Menggapi uraian yang dikemukakan para saksi, Juru bicara TKN Ace Hasan Syadzily mengatakan jika tuduhan kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif hanya isapan jempol.
Saksi-Saksi yang Meragukan dalam Sidang MK
“Mengamati secara seksama para saksi yang dihadirkan Tim Hukum 02, sungguh kesaksiannya jauh dari opini yang dikembangkan mereka selama ini. Tuduhan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan massif atau TSM hanya isapan jempol belaka,” ucap Ace dilansir dari liputan6.com, Kamis (20/6/2019).
Lalu apakah benar opini dari Ace tersebut? Pertama sebagian besar saksi yang dihadirkan untuk membuktikan tuduhan TSM merupakan bagian dari pendukung utama pasangan 02 Prabowo-Sandiaga.
Kemudian para saksi yang dihadirkan cenderung berasumsi dan beropini, salah satunya dapat dilihat dari kesaksian Agus Maksum yang menyatakan jika ada DPT invalid sebanyak 17,5 juta, namun dirinya tidak bisa membuktikannya.
Padahal berkaitan dengan DPT tersebut faktanya sudah dilakukan pemilihan ulang di TPS yang bersangkutan. Sehingga peristiwa tersebut sudah tidak dapat dihadirkan sebagai kesaksian di MK lantaran sudah ditangani oleh Bawaslu.
Kemudian dari sejumlah saksi yang dihadirkan di sidang MK, banyak saksi yang tidak menyertai dengan keyakinan terhadap sesuatu yang mereka alami, lihat, dan ketahui secara langsung. Hal tersebut terjadi ketika sebagian besar saksi ditanya berkaitan dengan fakta atas kesaksian mereka dan kemudian menjawab dengan tidak tahu dan lupa.
Seperti pada keterangan Idham Amiruddin yang menjelaskan bahwa dirinya menemukan 2,155.905 daftar pemilih ganda, dan nomor induk kependudukan (NIK) siluman yang didapatkan dari DPP Partai Gerindra.
Meskipun Idham mengaku mulai menelusuri NIK para pemilih, namun ia tidak pernah melakukan verifikasi ke lapangan lantaran bukan merupakan tugasnya.
Kemudian kesaksian dari Hermansyah yang mengaku dirinya bersama Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon pernah datang ke Komisi Pemilihan Umum dan Komisi Pemilihan Umum Bogor, dan kemudian bersaksi adanya kelemahan Situng KPU dalam sidang sengketa hasil pemilihan presiden 2019.
Menanggapi hal tersebut pihak penyelenggara pemilu menjawab dan menyatakan bahwa Situng KPU bukan dasar dalam perhitungan suara, dan rekapitulasi suara dilakukan secara berjenjang.
Selanjutnya keterangan dari Tri Susanti yang mengaku mendapat lima nama misterius yang masuk daftar pemilih di sekitar rumahnya.
Kemudian saat Hakim MK I Gede Dewa Palguna bertanya apakah Susanti mengetahui nama-nama yang masuk DPT di rumahnya, Susanti menjawab “Tidak tahu,”
[artikel number=3 tag=”MK, Pilpres”]
Keterangan berikutnya dari Saksi Beti Kristiana yang mengaku menemukan lembaran yang diduga amplop untuk membawa surat suara.
Berkaitan dengan barang bukti tersebut tim kuasa hukum Prabowo-Sandi rupanya tidak tahu lantaran tidak mendaftarkan lembaran-lembaran itu.
Kemudian atas perintah dari hakim MK, lembaran tersebut disuruh untuk diteliti kepada KPU. KPU kemudian juga heran dengan lembaran-lembaran tersebut, dikarenakan tidak ada bekas lem dan juga keterangan soal jumlah surat suara.
Selain itu ketika sidang MK sedang berlangsung, KPU juga menyadari jika tulisan di lembaran-lembaran diduga amplop itu ternyata identik.