Mahkama Konstitusi telah selesai menggelar sidang putusan terkait Pemilu Presiden 2019.
Mahkama Konstitusi telah selesai menggelar sidang putusan terkait hasil Pemilu Presiden 2019 pada hari Kamis 27 Juni 2019. Melalui sidang tersebut, MK memutuskan untuk menolak gugatan yang diajukan Prabowo-Sandi.
Dalam kesimpulan yang dibacakan Anwar Usman, majelis hakim konstitusi menyatakan semua dalil hukum yang diajukan tim hukum Prabowo-Sandiaga tidak beralasan. Selain itu tim kuasa hukum Prabowo-Sandi juga dinilai tidak mampu menghadirkan bukti terkait dalil yang mereka ajukan.
“Menolak permohonan pemohon (Prabowo-Sandi) untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman, saat membacakan putusan sengketa Pilpres 2019, Kamis (27/6).
Beberapa dalil terkait sengketa hasil Pemilu Presiden 2019 yang ditolak MK
1.Dugaan Pelibatan Aparat Polri dan BIN
Tim Prabowo-Sandi mendalilkan bahwa ada ketidaknetralan yang terjadi di dalam tubuh Polri. Padahal seharusnya Polri bersikap netral. Dalam persidangan, saksi Rahmadsyah dihadirkan oleh tim BPN. Rahmadsyah juga memberikan rekaman video soal dugaan pengerahan aparat kepolisian di Sumatra Utara.
Terkait bukti tersebut, Hakim Majelis menilai jika video tersebut hanya berisi arahan pimpinan kepolisian untuk menyukseskan program pemerintah, bukan untuk memenangkan pasangan calon Jokowi-Ma’ruf. Bukti tersebut dianggap tidak relefan, sehingga dianggap gagal memberikan bukti pada dalilnya.
Prabowo-Sandi juga menuding ada keterlibatan intelijen dalam pemilu kali ini. Tudingan tersebut didasarkan pada kedekatan Megawati Soekarnoputri dengan Kepala BIN Budi Gunawan. Namun dalam perjalanannya, MK menilai pemohon tak bisa membuktikan kedekatan tersebut berpengaruh terhadap pemilih.
2. Soal Kecurangan TSM
BPN menuding bahwa Jokowi sebagai calon petahana melakukan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif. Kecurangan TSM tersebut berupa pembatasan tayangan Indonesia Lawyers Club (ILC). Menanggapi hal itu, MK menilai bahwa pemohon tak bisa membuktikan hubungan sebab dan akibat antara tayangan itu dengan perolehan suara di Pilpres.
Dugaan pengarahan untuk berlaku curang juga didalilkan oleh Kubu Prabowo-Sandi. Pada pembuktiannya, BPN menghadirkan Hairul Anas sebagai salah satu saksi. Dalam keterangannya, Haurul menyatakan bahwa Moeldoko memberikan materi terkait “Kecurangan adalah bagian dari demokrasi”. Pengarahan Moeldoko tersebut dilakukan saat memberikan pelatihan saksi atau training of trainer (TOT) di Hotel El Royale Jakarta pada Februari 2019 lalu. Menanggapi dalil tersebut, MK menyebut penanganan kecurangan TSM itu adalah kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
3. Klaim Perolehan Suara
Kubu Paslon 02 mengklaim bahwa Prabowo-Sandi memperoleh hasil suara yang berbeda dengan hasil rekapitulasi nasional KPU. Dalam klaimnya, Prabowo-Sandi seharusnya memperoleh suara sebanyak 68.650.239 suara atau 52 persen. Sedangkan Jokowi-Ma’ruf dikatakan hanya meraih suara sebanyak 63.573.169 suara atau 48 persen.
Klaim yang dilakukan kubu 02 berbeda dengan hasil dari KPU. KPU yang mengumumkan hasil rekapitulasi nasional pada 21 Mei 2019 justru memenangkan Paslon Jokowi-Maruf. Berdasarkan rekapitulasi KPU, Jokowi-Ma’ruf mendapatkan suara sebanyak 85.607.362 atau 55,5 persen. Sedangkan Prabowo-Sandi mendapatkan 68.650.239 suara.
Atas dalil Pemohon (Prabowo-Sandi) tersebut Majelis Hakim menyebut Pemohon tak menyertakan bukti rekapitulasi dari tiap provinsi. Kuasa Hukum 02 hanya menyertakan foto dan hasil pindai yang tak jelas sumbernya.
[artikel number=3 tag=”MK, Pilpres”]
4. DPT Siluman
Kubu 02 menuding adanya 22 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) siluman. Jumlah tersebut didasarkan pada 5,7 juta Daftar Pemilih Khusus (DPK). Atas dugaan tersebut, BPN meminta agar KPU membuka dafar hadir pemilih (C7) agar semuanya terang. Menanggapi hal tersebut, Hakim Konstitusi mengatakan KPU sudah melakukan perbaikan daftar pemilih. Selain itu kubu 02 juga dianggap tidak mampu menghadirkan bukti bahwa ‘DPT siluman’ itu menggunakan hak pilihnya dan merugikan mereka.
5. Kecurangan Situng KPU
Kubu 02 menuding adanya kecurangan pemilu lewat Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU. Tim hukum yang diketuai oleh Bambang Widjijanto mengatakan ada ada banyak kekacauan input data dalam Situng. Kekacauan itu kemudian dianggap merugikan Prabowo-Sandi.
Majelis Hakim MK menolak dalil kubu 02 karena Situng berbeda dengan rekapitulasi suara berjenjang di KPU. Yang menjadi penentu penentu hasil pemilu juga bukan Situng, namun rekapitulasi suara berjenjang.
6. Dana Mencurigakan Jokowi-Ma’ruf
Melalui kuasa hukumnya, kubu 02 mempermasalahkan penerimaan sumbangan dana kampanye paslon 01. Dana sumbangan tersebut dikatakan sejumlah Rp19.508.272.030. Di saat yang sama, kekayaan Jokowi yang tercatat dalam LHKPN pada 12 April 2019 hanya sekitar Rp6 miliar.
Menanggapi dalil tersebut, MK menilai persoalan dana kampanye yang diperoleh Paslon 01 telah sesuai prosedur. Dana kampanye itu juga telah dilaporkan ke KPU dan diaudit kantor akuntan publik. Sehingga gugatan terkait dana kampanye Pemilu Presiden 2019 ditolak oleh MK.