Jabatan Fungsional TNI dan Ketakutan Lahirnya Dwifungsi ABRI

Baru-baru ini masyarakat dibuat bertanya-tenya tentang peraturan presiden terkait Jabatan Fungsional TNI.

Baru-baru ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 37 Tahun 2019 berkaitan dengan Jabatan Fungsional TNI. Hal tersebut membuat banyak pihak khawatir.

Apa Itu Jabatan Fungsional TNI?

Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional TNI menuai kekhawatiran akan bangkitnya dwifungsi ABRI seperti masa Orde Baru.

Berkaitan dengan isu tersebut pihak Istana Kepresidenan menegaskan jika perpres tersebut bukan untuk membangkitkan dwifungsi ABRI, melainkan untuk mengatur tentang kedudukan dan hak prajurit militer dalam penugasan di suatu organisasi. 

Berdasarkan perpres tersebut Pejabat fungsional TNI adalah yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala unit kerja/organisasi yang bersangkutan ditugaskan.

Pejabat fungsional TNI sebagaimana yang dimaksud perpres adalah yang mempunyai pangkat paling tinggi sama dengan pangkat kepala unit kerja/organisasi.

Jabatan Fungsional TNI dikhawatirkan membangkitkan Dwifungsi ABRI masa Orba (inspiradata.com)

Kategori jabatan fungsional TNI sendiri terbagi menjadi dua, yaitu jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan. Sehingga prajurit TNI yang diangkat dalam jabatan fungsional keahlian harus memenuhi 8 syarat sebagai berikut; memiliki ijazah S1 atau setara, memiliki pengalaman tugas sesuai kompetensi di bidangnya (minimal 1 tahun), mengikuti pendidikan pengembangan umum atau pendidikan pengembangan spesialis sesuai jenjang jabatan, nilai prestasi kerja bernilai baik dalam enam bulan terakhir, mengikuti lulus uji kompetensi, dan syarat lainnya yang ditetapkan Panglima TNI.

Berdasarkan perpres tersebut apabila seorang prajurit militer dengan jabatan fungsional dipindah ke jabatan struktural—yang kemudian diberhentikan dari jabatan fungsionalnya—namun prajurit militer tersebut dapat diangkat kembali ke jabatan fungsionalnya semula.

Sebagai contoh adalah ketika ada tentara yang berprofesi sebagai dosen di Universitas Pertahanan, dapat mencapai jenjang kepangkatan sampai bintang dua tanpa harus menduduki jabatan struktural sebagai komandan atau jabatan struktural lainnya di TNI. Sebenarnya konsep Jabatan Fungsional TNI tersebut sudah diterapkan di negara demokrasi seperti Amerika Serikat.

Sebagai contoh, di Amerika seorang sersan mayor ahli mesin pesawat terbang tidak perlu naik pangkat menjadi letnan apabila memiliki keahlian. Hal tersebut membuat sepanjang karirnya di skuadron teknik, maka dia berhak mendapat tunjangan. 

[artikel number=3 tag=”TNI, Moeldoko”]

Mudahnya, Konsep Jabatan Fungsional TNI adalah agar prajurit mendapatkan penghargaan yang memadai, dan hanya berlaku pada internal TNI. Namun Ombudsman menanggapi hal tersebut rentan terhadap maladministrasi.

Ombudsman berpijak dengan UU Nomor 5 Tahun 2014 (UU ASN), PP Nomor 11 Tahun 2017, dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.yang sudah menutup pintu masuk prajurit ke wilayah sipil dan harus mengundurkan diri jika hendak menduduki jabatan sipil.

Namun apabila berdasarkan peraturan perpres tentang Jabatan Fungsional TNI yang menyatakan hanya berlaku di dalam tubuh TNI, maka konsep tersebut nampaknya tidak terlalu bermasalah.