Banyak akun media sosial penyebar hoax yang diblokir oleh pemerintah.
Setelah kemarin pemerintah memblokir beberapa akses media sosial terkait kerusuhan 22 Mei, baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengumumkan jika melakukan blokir terhadap akun media sosial penyebar hoax.
Langkah Pemerintah Blokir Akun Penyebar Hoax
Dilansir dari liputan6.com, Kemkominfo memberitahukan jika hingga kini telah ada ribuan akun media sosial dan laman web yang ditutup berkaitan dengan penyebaran hoax, Selasa (28/5/2019).
Pemblokiran tersebut di antaranya 551 akun Facebook yang telah diblokir, 640 akun Instagram yang diblokir, 848 akun Twitter yang diblokir, 143 akun YouTube diblokir, dan satu akun LinkedIn yang diblokir. Sehingga secara keseluruhan 2.184 akun media sosial dan website telah diblokir.
Berkaitan dengan banyaknya penyebaran hoax melalui aplikasi chat WhatsApp, maka Kemkominfo juga telah melakukan koordinasi dengan penyedia platform digital tersebut.
“Saya telah berkomunikasi dengan pimpinan WhatsApp, hanya seminggu sebelum kerusuhan 22 Mei lalu, telah menutup sekitar 61 ribu akun WhatsApp yang melanggar aturan,” kata Rudiantara, dilansir dari liputan6.com, Selasa (28/05).
Upaya tersebut dinilai sebagai cara meminimalisasi dan menghindarkan konflik yang dipicu informasi hoaks. Menurut Rudiantara, hoax yang menyebar dan tanpa kontrol akan berpotensi memicu aksi massa dan kekerasan yang berdampak pada jatuhnya korban.
Terdapat 3 langkah yang dilakukan oleh pemerintah melalui Kemkominfo untuk meredam beredarnya hoaks dan misinformasi dalam masyarakat. Pertama adalah dengan menutup akses tautan konten atau akun penyebarkan hoaks.
Kedua, Kemkominfo bekerja sama dengan penyedia beberapa platform digital untuk menutup akun. Ketiga, pemerintah akan melakukan pembatasan akses terhadap sebagian fitur platform digital atau berbagi file.
Langkah terakhir tersebut sudah dilakukan pemerintah pada tanggal 22 Mei hingga 25 Mei 2019, dengan cara membatasi akses berbagi dan mengunduh foto dan video di WhatsApp dan medsos seperti Instagram, Facebook, dan Twitter.
Pembatasan akses tersebut, menurut Rudiantara adalah salah satu dari alternatif terakhir yang ditempuh pemerintah, seiring dengan tingkat kegentingan dan kondisi darurat yang terjadi.
[artikel number=3 tag=”hoax, media-sosial, whatsaap”]
Rudiantara mencontohkan dengan pemerintah di negara-negara lain di dunia yang telah membuktikan efektivitas pemblokiran media sosial saat situasi darurat yang dilakukan untuk mencegah meluasnya kerusuhan.
Srilanka dan Iran adalah negara yang pernah menutup akses media sosial. Di Srilanka akses Facebook dan WhatsApp pernah dilakukan guna meredam dampak serangan bom gereja dan serangan anti-muslim. Kemudian Iran juga pernah menutup akses Facebook pada tahun 2009 silam, setelah kemenangan Presiden Ahmadinejad.
Kendati demikian, hingga saat ini masih banyak pihak yang kontra terhadap kebijakan pemerintah melakukan blok akun penyebar hoax, dengan alasan kebijakan tersebut mengekang kebebasan berekspresi dan berpendapat.