Pesan Moeldoko Terhadap Para Aktivis

Pesan Moeldoko Terhadap Semua Aktivis: Kritik Boleh, Namun Tetap Dalam Koridor yang Membangun

Masih ingat dengan lagu yang sindir ABRI? Ya, lagu yang di nyanyikan oleh aktivis sekaligus dosen di salah satu Universitas negeri ini mendadak viral. Bagaimana tidak, lagu yang di nyanyikan tersebut menyindir Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) tersebut, bukanlah perilaku yang bijaksana.

Jika melihat dengan kondisi Indonesia saat ini, tindakan yang dilakukan Robet ini dinilai tidak bijaksana, karena tidak relevan lagi dengan situasi Indonesia saat ini. Meski berdalih lagu itu dinyanyikan untuk ABRI pada masa lalu, namun janganlah memandang TNI (Tentara Nasional Indonesia) saat ini dengan kacamata masa lalu.


Moeldoko (liputan6.com)

Bagaimana Tanggapan Moeldoko mengenai sikap para aktifis ini?

Menanggapi hal ini, Kepala Staf  Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko menegaskan bahwa kebebasan berekspresi dalam mengkritik TNI jangan sampai menyinggung psikologi prajurit. Hal ini diungkapkan Moeldoko terkait penetapan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Robertus Robet sebagai tersangka.

Menurut Moeldoko yang dilansir dari Antara via Merdeka.com “Janganlah rekan-rekan sekalian pegiat apapun jangan cari gara-gara dengan TNI, jangan mencari popularitas melawan TNI, TNI milik kita semua. Kita hidup berdampingan dengan baik, kritik boleh tapi jangan merusak psikologi prajurit,” kata Moeldoko.

Seperti yang diketahui,, Orasi Robet berujung pada penahanannya pada Kamis (7/3) karena dinilai melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atas video orasi yang dilengkapi dengan nyanyian pelesetan “Mars ABRI”. Pelesetan lagu itu sebenarnya banyak dinyanyikan pada awal Reformasi 1998 oleh para mahasiswa yang menuntut mundurnya Soeharto.

Robet dikenai Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45a Ayat 2 UU ITE, karena dinilai telah menyebarkan konten yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan.

“Saat ini psikologis prajurit kita sudah baik, jangan dilukai dengan hal-hal itu, nyanyian masa lalu sudahlah masa lalu, jangan masa lalu dibawa ke sekarang, jangan melihat tentara dari frame masa lalu, ‘wong’ sudah berubah. Saya adalah orang yang paling tidak setuju, karena saya bekerja keras untuk memperbaiki situasi,” tegas Moeldoko.

Tak hanya itu, Menurut Moeldoko Negara telah memberikan tempat seluas-luasnya bagi siapapun untuk berekspresi, tapi harus dapat dibedakan antara kebebasan berekspresi ada kecenderungan melanggar UU atau memberikan kritik yang membangun.

“Kalau sifatnya membangun, Presiden sangat terbuka, KSP juga membuka seluas-luasnya, silahkan ngomong apa saja kita dengarkan. Tidak ada kita alergi dan membatasi cara berekspresi, tapi jika pada akhirnya mengarah pada tindakan melawan hukum itu di luar domain kami, itu sepenuhnya domain tugas kepolisian, kami tidak bisa ikut campur,” tambah Moeldoko.

Sebab saat ini banyak kan, pihak-pihak tertentu bicara begitu saja, namun saat berhadapan dengan aparat hukum lalu minta maaf atau bahkan tidak mengakui sama sekali perbuatannya.

“Ini cara-cara yang tidak bagus, tidak ‘gentleman’, apalagi secara intelektual harus dipikirkan baik-baik implikasi psikologi menyinggung prajurit atau orang lain bisa berurusan dengan penegak hukum ini yang harus dipikirkan bersama sehingga cara-cara bernegara bisa menaati sistem yang baik,” tegas Moeldoko.

Sebagai warga Negara yang baik, sudah sepatutnya kita turut mengambil peran dalam perkembangannya dan menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia itu hebat dan patut dibanggakan. Kritik boleh, namun tetap dalam koridor yang membangun yak.