Pinjaman online atau peer to peer (P2P) lending semakin populer di Indonesia, dan Jawa Barat (Jabar) menjadi provinsi dengan penggunaan pinjol tertinggi di negara ini. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai pinjaman P2P lending di Jabar mencapai Rp13,8 triliun, menjadikannya yang terbesar di Indonesia. Posisi kedua ditempati oleh DKI Jakarta dengan nilai outstanding sebesar Rp10,5 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Ogi Prastomiyono mengungkapkan fakta ini dalam sebuah konferensi pers virtual. Meskipun penggunaan pinjaman online di Jabar dan DKI Jakarta cukup tinggi, Ogi menegaskan bahwa risiko kredit macet atau tingkat wanprestasi (TWP 90) di DKI Jakarta masih berada dalam kondisi baik dan lebih rendah dari tingkat nasional.
Pada bulan Mei 2023, sektor fintech P2P lending mencatat pertumbuhan yang signifikan, dengan nilai outstanding pembiayaan tumbuh sebesar 28,11% secara tahunan menjadi Rp51,46 triliun. Namun, kenaikan TWP90 menjadi 3,36% dari sebelumnya 2,82% menunjukkan adanya risiko peningkatan tunggakan pembayaran.
Selain itu, terdapat kewajiban bagi penyelenggara fintech P2P lending untuk memenuhi persyaratan ekuitas minimum sebesar Rp2,5 miliar mulai 4 Juli 2023. Menurut Ogi, hingga Mei 2023, terdapat 33 pinjol yang belum memenuhi persyaratan tersebut. OJK telah meminta mereka untuk menyusun rencana tindakan untuk memenuhi persyaratan tersebut, dan akan terus melakukan pemantauan secara berkelanjutan. Bagi penyelenggara P2P lending yang tidak dapat memenuhi persyaratan ekuitas minimum sesuai dengan regulasi yang berlaku, OJK akan mengambil langkah pengawasan pinjaman online sesuai ketentuan yang ada.
Dengan pertumbuhan pesat sektor pinjaman online dan perhatian yang diberikan oleh OJK terhadap kepatuhan penyelenggara P2P lending, diharapkan industri ini dapat terus berkembang dengan sehat dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang membutuhkan akses keuangan yang mudah dan cepat.