Segelintir orang yang antipati dengan pesta demokarasi menamai dirinya sebagai golput. Lantas apa golput itu?
Pemilu di Indonesia adalah agenda setiap lima tahun pergantian pemimpin, yang selalu menimbulkan euforia baik positif atau negatif. Indonesia yang mengusung demokrasi, sehingga masyarakat harus menjadi partisipasi aktif dalam pemilu. Tujuan partisipasi politik tersebut tidak lain untuk melaksanakan haknya sebagai warga negara terhadap pemimpin yang dikehendakinya. Namun ironisnya sebagian besar masyarakat masih tidak menggunakan hak pilihnya, sehingga golput dalam pemilu masih terjadi. Lalu apa pengertian golput itu sendiri?
Menelisik pengertian golput dan kapan mulai ada di Indonesia
Di Indonesia sebenarnya istilah golput sudah lama muncul beberapa dekade lalu, yaitu pada pemilu di Indonesia tahun 1971, yang merupakan pemuli pertama di era Orde Baru. Pemilu 1971 mengalami perampingan partai politik dibandingkan Pemilu 1955, kerena terdapat beberapa parpol dibubarkan, seperti Partai Komunis Indonesia (PKI), Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), dan Partai Sosialis Indonesia (PSI).
Merujuk pada Ekspres edisi 14 Juni 1971, istilah golput berarti gerakan wujud partisipasi politik untuk datang ke kotak suara dan menusuk kertas putih di sekitar tanda gambar (bukan pada gambarnya) yang mengakibatkan suara tidak sah, dan tak dihitung.
Gerakan tersebut merupakan aksi protes para pemuda dan mahasiswa yang tidak setuju dengan Pemilu 1971, dan mendeklarasikan gerakan tersebut pada awal Juni 1971 (sebulan sebelum pemilu pertama Orba).
Munculnya gerakan golput dalam pemilu tidak lain lantaran kegagalan aksi-aksi pemuda sebelumnya, seperti Mahasiswa Menggugat (MM), Komite Anti Korupsi (KAK), Wartawan Generasi Muda, dan Komite Penegak Kedaulatan Rakyat (KPKR) di tahun 1970. Tidak menunggu lama gerakan tersebut menjamur di Jakarta dan sontak menimbulkan keresahan pemerintah. Majalah Ekspres juga menulis, jika pemerintah menindak tegas siapa saja yang berniat tidak memilih dalam Pemilu 1971 dengan memberikan ancaman hukumannya lima tahun penjara. Lalu siapa yang mencetuskan golput?
Idiom golput atau golongan putih pertama muncul melalui tulisan Imam Walujo Sumali (mantan Ketua Ikatan Mahasiswa Kebayoran) dengan judul “Partai Kesebelas untuk Generasi Muda” di harian KAMI edisi 12 Mei 1971. Seperti yang Tempo (edisi 19 Juni1971) laporkan tulisan itu dibuat setelah beberapa kali berdiskusi dengan tokoh-tokoh parpol dan Golkar. Gagasan dalam tulisan itu yaitu ingin memunculkan partai kesebelas (di antara sembilan parpol dan Golkar).
Partai kesebelas tersebut dinamakan Imam sebagai Partai Putih, Imam juga memberi anjuran bagi para pemilih Partai Putihagar menusuk bagian putih yang ada di sela-sela tanda gambar parpol ke sepuluh dan Golkar. Golput pada masa itu ditujukan menampung suara dari generasi muda serta orang-orang yang tidak mau memilih parpol-parpol dan Golkar pada pemilu 1971.
Golput kemudian menjadi gerakan besar, dengan tokoh sentral para pemuda, seperti Arief Budiman, Imam Walujo, Marsilam Simandjuntak, Husin Umar, Asmara Nababan, dan Julius Usman. Mereka menamakan dirinya sebagai Kelompok Oposisi. Kemudian tokoh sentral golput adalah Arief Budiman, yang masih aktif dalam gerakan mahasiswa tidak seperti teman-temannya pada aktivis 1966 yang sudah berada di pemerintahan.
Aksi Arief Budiman tidak lain menyeruak lantaran usai pertemuannya dengan Presiden Soeharto dalam aksi antikorupsi tahun 1970. Dirinya menilai kebijakan pembatasan jumlah parpol, membuat pemerintah dinilai melanggar asas demokrasi yang paling mendasar, yaitu kemerdekaan berserikat dan berpolitik. Selain itu pemerintah juga mengintervensi partai seperti calon pemimpin PNI yang diseleksi oleh pemerintah, dan pemimpin Parmusi yang langsung ditunjuk Soeharto.
Lalu masihkah golput dibutuhkan? Masyarakat sebagai partisipasi politik ingin menentah apa di masa sekarang? Terakhir apa tujuan partisipasi politik masyarakat jika golput masih banyak dilakukan?