Saat puncak musim panen padi nasional semakin dekat, Presiden Jokowi mengumumkan bahwa Indonesia tetap akan membutuhkan impor beras. Hal ini disebabkan oleh stok beras tipis yang dipegang oleh Badan Urusan Logistik Nasional (Bulog) dan ketidakmampuan untuk memenuhi permintaan beras nasional. Beras impor juga akan didistribusikan ke provinsi-provinsi penghasil beras untuk mencegah kenaikan harga.
Menurut Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, musim panen telah dimulai di semua wilayah, dan lebih dari 1 juta hektar lahan pertanian telah dipanen pada bulan Februari. Diperkirakan produksi beras akan meningkat selama periode puncak pada bulan Maret dan April, dengan produksi beras minimal sebesar 5,9 juta ton. Meski musim panen penuh berlangsung, stok beras masih diproyeksikan melimpah dengan surplus hingga 1,9 juta ton. Lalu apakah impor beras benar-benar diperlukan?
Presiden Jokowi sejak awal kepemimpinannya telah mengungkapkan keprihatinannya tentang situasi ketahanan pangan Indonesia yang masih banyak mengimpor beras meski Indonesia memiliki sumber daya pertanian yang melimpah. Saat ia meninjau stok dan harga bahan pokok di Pasar Wonokromo Surabaya, ia menemukan bahwa pasokan masih mencukupi dan harga stabil. Prioritas pemerintah sekarang adalah menjaga harga beras yang stabil dengan mengatur impor beras secara hati-hati.
Meskipun sektor pertanian Indonesia memiliki potensi besar, tetapi masih sangat bergantung pada impor beras karena infrastruktur yang kurang memadai, produktivitas yang rendah, dan kurangnya teknologi modern. Oleh karena itu, pemerintah sedang bekerja untuk meningkatkan sektor pertanian guna meningkatkan produksi pangan dan mengurangi ketergantungan pada impor. Namun, proses ini membutuhkan waktu, dan dalam waktu yang sama, pemerintah harus memastikan bahwa ketahanan pangan negara tidak terancam.