Pada perdagangan Jumat (13/12/2023), harga batu bara ICE Newcastle kontrak Januari 2024 mengalami pelemahan sebesar -0,87% atau -1,25 poin, mencapai US$142,75 per metrik ton. Dalam satu minggu, kontrak Januari 2024 melemah sebesar -7,09%, sementara kontrak Februari 2024 turun -0,46% atau -0,65 poin ke level US$139,85 per metrik ton, dengan pelemahan sekitar -6,27% dalam periode yang sama.
Menurut Badan Energi Internasional (EIA), total konsumsi batu bara diperkirakan mencapai rekor tertinggi, melebihi 8,5 miliar metrik ton pada tahun 2023, namun diprediksi akan mengalami penurunan pada tahun berikutnya sehingga akan mempengaruhi harga batu bara. Direktur pasar energi dan keamanan IEA, Keisuke Sadamori menyatakan bahwa “titik balik [penurunan harga] bagi batu bara jelas sudah di depan mata.”
Sementara itu, harga kontrak acuan crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit di bursa derivatif Malaysia pada Februari 2024 menguat 4 poin menjadi 3,692 ringgit per metrik ton, tetapi mengalami pelemahan sekitar -1,28% dalam satu minggu. Kontrak Maret 2024 juga melemah -1 poin, menjadi 3,711 ringgit per metrik ton, dengan pelemahan sekitar -1,54%.
Perkembangan Harga Batu Bara Secara Global
Sebagai informasi tambahan, Solvent Extractors’ Association of India (SEA) melaporkan bahwa impor minyak kelapa sawit India meningkat 22,8% pada bulan November menjadi 869.491 metrik ton. Ini disebabkan oleh preferensi para penyuling terhadap minyak kelapa sawit, terutama karena diskon besar-besaran yang diberikan. Peningkatan impor ini dapat berpotensi menurunkan stok minyak kelapa sawit di produsen utama seperti Indonesia dan Malaysia.
Dengan proyeksi dinamika pasar ini, pelaku industri dan investor dapat merencanakan strategi mereka menghadapi perubahan tren harga dan permintaan dalam sektor energi dan minyak kelapa sawit.
Demikian informasi seputar tren perkembangan dan harga batu bara. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Readaksi.com.
