Dari analisa pasar Bitcoin yang beredar menyatakan bahwa mata uang Libra keluaran Facebook akan menempel ketat dengan Bitcoin dan cryptocurrency lainnya.
Mata uang virtual (cryptocurrency) nampaknya mulai menampakkan eksistensinya. Sebelumnya, jenis cryptocurrency yang paling familiar adalah Bitcoin. Mata uang Bitcoin sempat mencuri perhatian karena nilanya yang berubah-ubah secara signifikan. Diketahui bahwa harga Bitcoin sempat turun pada tahun 2016-2017. Namun berdasarkan analisa pasar Bitcoin, mata uang tersebut kembali naik secara signifikan pada tahun 2019.
Analisa pasar Bitcoin menujukkan, naiknya nilai cryptocurrency disebabkan Libra
Libra merupakan mata uang yang akan dirilis Facebook. Kabarnya, mata uang tersebut akan dirilis pada tahun 2020. Munculnya mata uang virtual tersebut menjadikan cryptocurrency yang telah ada kembali dipercaya oleh pasar. Tidak terkecuali Bitcoin.
Bank Indonesia (BI) sebagai lembaga resmi di Indonesia ikut berkomentar. BI menilai Libra milik Facebook Inc. berbeda dengan mata uang virtual lain, terlebih Bitcoin. Salah satu yang membedakan adalah adanya penjamin aset untuk mata uang Libra, sedangkan Bitcoin tidak. Jaminan aset ini digunakan untuk meraup kepercayaan pasar serta menjaga nilai Libra agar tetap stabil. Sementara Bitcoin tidak memiliki hal tersebut. Sehingga perubahannya signifikan.
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Juda Agung, mengatakan bahwa beberapa kajian terhadap mata uang besutan perusahaan Mark Zuckerberg masih dilakukan. Kajian tersebut dilakukan oleh bank sentral nasional. Meskipun kajian masih berjalan, perbedaan antara Libra dan Bitcoin cukup terlihat.
[artikel number=3 tag=”Bitcoin, Libra, Market”]
Perbedaanya misalnya ada pada penjamin aset bernilai tinggi. Penjamin aset bernilai tinggi Libra seperti emas dan surat utang Amerika Serikat (US Treasury). Selain itu, ada asosiasi yang mengawasi di Jenewa, Swiss. Hal ini diungkapkan Juda dalam cnnindonesia.com.
“Jadi memang agak beda antara Libra dan Bitcoin. Kami akan lihat apakah ini lebih seperti mata uang asing, seperti dolar AS misalnya,” ungkap Juda di kawasan Thamrin, Jakarta, Rabu (26/6).
Di sisi lain, seperti yang dijelaskan di awal, Bitcoin dinilai cukup beresiko. Ketidakjelasan penjamin (underlying) dan sarat unsur spekulasi jadi salah satu hal yang membayangi Bitcoin. Bitcoin juga dinilai memiliki jumlah yang terbatas, sehingga harganya mudah berfluktuasi.
Adanya penjamin aset, kata Juda, Libra berpotensi lebih aman daripada mata uang virtual lain, termasuk Bitcoin. Namun hal itu masih belum dipastikan secara nyata. Kajian yang dilakukan BI masih belum selesai.
“Ini juga kan belum keluar, baru di-announce (diumumkan) kuartal I tahun depan baru digunakan,” ungkap Juda.
Analisa pasar Bitcoin juga masih dilakukan. Sehingga Juda menghimbau kepada masyarakat agar tidak mudah tergoda sebelum ada sikap dari BI. Sebab, menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, mata uang yang sah digunakan di Tanah Air hanya rupiah. Tidak terkecuali mata uang virtual lain.