Naiknya Tingkat Konsumsi Masyarakat Indonesia di Bulan Ramadhan

Berikut ini hubungan Bulan Ramadhan dan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia.

Bulan Suci Ramadhan merupakan bulan kegembiraan bagi umat muslim di seluruh dunia. Tidak jarang kegembiraan menjalar pada seluruh aktifitas kehidupan masyarakat. Hal yang paling terlihat adalah pola tingkat konsumsi masyarakat indonesia yang meningkat di Bulan Ramadhan.

Hal yang Memengaruhi Tingkat Konsumsi Masyarakat Indonesia

Tingkat konsumsi rumah tangga di Bulan Ramadhan dapat meningkat dari 10—30% hingga 100—50%. Peningkatan tersebut digolongkan berdasarkan anggaran belanja untuk sahur dan menu berbuka. Hal tersebut dikarenakan, masyarakat Indonesia mempunyai kecenderungan untuk menyajikan menu terbaik.

Sehingga realitas yang ada di pasar adalah adanya kecenderungan peningkatan terhadap penawaran atas barang. Hal tersebut diakibatkan oleh adanya permintaan dari konsumen itu sendiri. Sehingga menimbulkan permasalahan yaitu, perilaku yang tidak wajar atau berlebihan dalam konsumsi makanan di Bulan Ramadhan.

 
Padahal pada prinsipnya, puasa adalah menahan segala bentuk hawa dan nafsu, meskipun hawa dan nafsu benar-benar ditahan dari matahari terbit dan terbenam saja. Selebihnya, dimerdekakan dengan mengkonsumsi makanan yang bisa dikatakan berlebihan.


Untuk memahami filosofi puasa lebih dalam, ada baiknya kita ketahui tiga prinsip berkonsumsi ekonomi Islam yaitu maslahah (bukan utilitas atau kepuasan),  tidak mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebih, dan konsumsi yang dilakukan dengan memerhatikan pihak yang tidak mampu.

Berbuka dengan Anak Yatim (sarunpad)


Prinsip maslahah adalah seorang muslim harus memegang nilai yang mengandung manfaat dalam menjalankan aktivitas konsumsinya. Sehingga konsumsi yang maslahah adalah melakukan aktifitas konsumsi yang bertujuan menunjang kehidupan dan bermanfaat bagi manusia. 

Batasan-batasan konsep maslahah berdasarkan Alquran dan hadis adalah berkaitan dengan yang halal dan yang haram. Tentu konsep ini yang membedakan dengan konsep utilitas yang lebih subjektif, yaitu apa saja yang memberikan kepuasan, maka itu yang dikonsumsi. 

Kemudian konsep kedua adalah konsumsi makanan halal secara tidak berlebihan. Hidangan buka puasa dengan kualitas dan kuantitas berlebihan di bandingkan hari biasa, bisa jadi menyalahi konsep ini. Seharusnya menyajikan hidangan yang wajar sudah cukup bagi seorang muslim yang berbuka.

[artikel number=3 tag=”Bisnis, ramadhan, konsumsi”]

Konsep ketiga yang berkaitan memerhatikan orang lain yang kekurangan, dapat dikaitkan dengan penambahan anggaran belanja di Bulan Ramadhan. Ketika anggaran konsumsi di Bulan Ramadhan meningkat, hal tersebut dapat diaplikasikan dengan memberikan menu berbuka pada orang-orang yang tidak mampu.

Sehingga anggaran meningkat dan bertujuan untuk berbagi, maka tidak ada masalah ketika ada kenaikan anggaran. Dengan berbagi tentu tidak ada sesuatu yang berlebih terhadap apa yang dikunsumsi individu.

Namun pada realitanya, tingkat konsumsi masyarakat Indonesia di Bulan Ramadhan belum memenuhi dari ketiga prinsip di atas. Sehingga puasa hanya dimaknai sebagai menahan hawa nafsu dari terbit fajar hingga terbenam matahari saja.